HOME

BERITA

WAWANCARA

FEATURE

ARTIKEL

KAMI


Leput412

Sastra Minahasa

Sejarah Minahasa

Potret Minahasa


Minggu, 15 Februari 2009

Keke Manado Laris Dijual ke Luar Negeri

Incar ABG 15 Tahun, Perda Trafficking Mandul


Berita Manado Post Feb 16, 2009 at 08:22 AM


MANADO- Perdagangan perempuan Manado menembus luar negeri. Negara tujuan yang disasar mencakup Malaysia, Singapura, Jepang dan Taiwan. Sementara ‘pintu keluarnya’ melalui Kalimantan Timur (Kaltim) dan Kalimantan Barat (Kalbar).
International Catholic Migration Commission (ICMC) Indonesia dalam diskusi baru-baru ini di Manado mengungkapkan, jalur pedagangan trafficking lintas negara dilakukan dengan menyeberang ke Malasyia. Selanjutnya ke Singapura dan menyebar hingga ke Taiwan dan Jepang.

Di dalam negeri, Keke Manado dibawa melalui jalur udara dan laut ke Sulsel, Kaltim, Jakarta, Surabaya, Bali, Papua, Malut dan Batam. Semua pihak yang terkait, terutama polisi hampir setiap bulan menggagalkan pengiriman perempuan asal Sulut ke luar daerah. Pekan lalu Poltabes Manado sukses menggagalkan dua kasus traficking. Saat ini Polda Sulut dan Badan Pemberdayaan Perempuan Sulut sedang memulangkan 3 perempuan Sulut yang dipekerjakan sebagai pekerja seks komersil (PSK) di Surabaya. “Pelakunya sudah tertangkap,” kata Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Pemprov Sulut Verra Logor SH, kepada koran ini, akhir pekan lalu.

Informasi dihimpun, sekarang kian banyak orang tertarik masuk ke bisnis haram ini. Apalagi harga perempuan Manado tergolong mahal dibanding daerah-daerah lain di Indonesia untuk dijual. Karena perempuan Manado dikenal berkulit putih, berwajah cantik dan punya bodi menarik.

Saat ini, tidak hanya pemilik hotel dan tempat hiburan seperti pub, karaoke dan spa yang ‘mengindent’ perempuan Manado ke para germo. Sebab pengusaha besar dan pejabat dari luar daerah sudah banyak yang memesan langsung. Contoh konkret keberhasilan Poltabes Manado menggagalkan pengiriman perempuan pekan lalu dan terungkap, harga perawan dijual sebesar Rp50 juta plus mobil.

Menariknya, santer terdengar, orang-orang penting daerah ikut berandil merusak perempuan Sulut. Bedanya para perempuan itu dipakai sendiri. “Ada perempuan Manado yang jadi simpanan orang penting dan diberi rumah sewa di luar daerah,” beber sumber seraya menyebut, orang-orang penting Sulut yang rajin berangkat ke luar daerah pada akhir pekan, patut dipertanyakan.

Data Badan Pemberdayaan Perempuan Sulut, para germo mendapatkan mangsa merata di hampir semua Kab/Kota. Hanya saja, paling banyak di daerah Tondano Pante, Tondano Danau, Langowan, Tomohon, Amurang, Tenga dan Dumoga. Mereka dikirim lewat Bandara Sam Ratulangi dan Pelabuhan Bitung ke Jakarta, Batam, Kaltim, Papua dan kota-kota besar lainnya.

Umumnya para germo masih menerapkan modus lama. Yakni menawarkan pekerjaan di rumah makan atau toko dengan gaji besar. Yang baru, kebanyakan para germo sekarang mulai memakai orang desa atau punya ikatan emosional dengan kampung dengan maksud agar orang tua si anak yakin untuk melepas pergi gadis kesayangan.

Kebanyakan perempuan Sulut tergiur karena kebutuhan ekonomi. Apalagi, menurut Dirut Swara Parampuang Lily Djenaan, krisis ekonomi sekarang ini membuat banyak orang mencari pekerjaan. “Kalau daerah lain sudah sampai pada tindak kekerasan. Tapi di Sulut belum sampai ke situ. Modusnya masih modus lama, yaitu menawarkan pekerjaan,” bebernya.

Senada dikatakan Verra Logor. Menurutnya, akar terjadinya perdagangan perempuan sendiri karena berbagai alasan. Antara lain, selain pelakunya telah memiliki jaringan perdagangan perempuan yang luas, banyak korban kerap tergiur dengan embel-embel gaji tinggi di luar daerah sementara jenis pekerjaan tidak jelas. “Disamping itu adanya sikap konsumerisme dan kurangnya pengawasan dari orang tua memudahkan pelaku trafficking dengan begitu gampang menjerat para korban,” tukas.

Ketua Kawanua Batam Ny Jane Warouw-Tular mengatakan, pihaknya beberapa kali memulangkan perempuan asal Manado yang ditipu germo. Termasuk memulangkan perempuan Manado yang berprofesi PSK. “Hanya saja, beberapa kali terjadi setelah dipulangkan tapi tidak berapa lama mereka balik lagi,” katanya beberapa waktu lalu.

Wakapoltabes Manado AKBP Hendra Supriatna menegaskan, pihaknya masih terus melakukan pengembangan soal penjualan perawan Sulut sebesar Rp50 juta plus mobil, termasuk penggagalan enam korban ke Papua. Karena kemungkinan jaringan perdagangan perempuan masih luas di Sulut. “Kami tidak main-main dalam pemberantasan traficking. Bahkan terus menelusuri jaringan-jaringannya,” katanya seraya berharap bantuan masyarakat untuk memberikan informasi. Ia mencurigai ada komunikasi, baik perseorangan maupun kelembagaan sesama germo.

Sulut sendiri adalah provinsi pertama yang memiliki Perda Trafficking (perdagangan anak dan perempuan) serta dijadikan pilot project UU 21/2007 tentang Trafficking. Namun, sejak Perda tersebut ditetapkan 2004 silam, trafficking bukannya berkurang. Malahan makin terus meningkat tahun ke tahun. Kata lain, Perda tersebut belum bisa menjerat dan membuat jera pelaku traffiking.

Menurut Djenaan, Perda trafficking Sulut yang sudah mendunia tersebut pelaksanaannya belum efektif. Seharusnya, Pemprov lewat Badan Pemberdayaan Perempuan (BPP) terus melakukan umpan balik sudah sejauh mana Perda itu dilaksanakan. “Memang kami melihat Perda trafficking kita itu belum efektif. Padahal ada satu point dalam Perda tersebut yang kami rasa bisa meminimalisir perdagangan perempuan. Yaitu surat keterangan bekerja dari para Lurah dan Kepala Desa yang harus jelas tidak ada permainan,” ujar Djenaan.

Selain itu, menurut Djenaan, fungsi pengawasan seluruh pihak baik aparat kepolisian, aparat pemerintah dari provinsi hingga ke tingkat desa dan orang tua perlu digiatkan lagi. “Kita harus kembali giatkan pengawasan. Apalagi saat tuntutan kebutuhan ekonomi seiring terjadinya krisis global,” tambahnya.

Paling menarik, Djenaan menyatakan pendidikan yang semakin mahal menjadi salah satu pemicu trafficking. “Ini harusnya menjadi perhatian kita bersama,” tandasnya.

Tingkat pendidikan korban trafficking kebanyakan putus sekolah. “Biasanya anak-anak yang putus sekolah. Kalau yang kami tangani 2008 lalu, korban hanya mengenyam pendidikan sampai SMP. Usianya pun masih sangat muda yakni 15 tahun,” tambah Direktur Eksekutif Swara Parampuang Vivi George. Data Swara Parangpuang menyebutkan, kasus trafficking di Sulut selang tahun 2002-2007 sebanyak 176 buah. Yang ditangani bersama RPK Polda 25 kasus, Pippa 21 kasus, dan P2TP2A 6 orang. “Kita berharap ada kerjasama yang baik dari semua pihak agar kasus trafficking bisa terus diminimalisir setiap tahun,” tandasnya.

Badan Pemberdayaan Sulut mengakui peningkatan kasus trafficking di daerah ini. “Berdasarkan laporan memang sejak tahun 2006 ada peningkatan kasus trafficking, tapi tidak seberapa,” kata Verra Logor SH.

Logor mengatakan, upaya penanggulangan kasus trafficking lebih tepat melalui upaya pencegahan. Antara lain, lewat seminar di sekolah dan sosialisasi langsung ke masyarakat di desa yang kerap jadi sasaran pelaku trafficking.

“Mulai besok (hari ini,red) kita akan turun ke sekolah-sekolah mensosialisasikan bagaimana perdagangan perempuan ini bisa terjadi serta memberi pemahaman bagi para siswi-siswi SMP dan SMA,” terangnya sembari menambahkan secara continue akan melakukan sosialisasi di kampus dan masyarakat. (ily/cw-15)


PERDAGANGAN perempuan erat kaitannya dengan kebutuhan ekonomi. Tak mungkin ini terjadi pada mereka yang berekonomi menengah ke atas. Jadi seharusnya itu harus dicegah di lingkungan masyarakat. Dengan memberikan pemahaman langsung ke masyarakat. Dalam waktu dekat kami akan menggelar rakor.
Arthur Kotambunan BSc
Wakil Ketua Deprov Sulut

TRAFFICKING merupakan bentuk kejahatan/kriminalitas yang melanggar HAM. Trafficking sendiri tidak mengenal tingkat pendidikan karena korbannya dikelabui dengan berbagai cara. Para korban trafficking selalu dimingi-imingi dan ditipu untuk dipacari, dinikahi dan dibujuk, pada akhirnya dieksploitasi.
Vivi George
Direktur Eksekutif Swara Parangpuan

PERHATIAN DPRD masih kurang dalam hal alokasi anggaran pembentukan satuan tugas anti trafficking (STAF) sebagaimana yang terkandung dalam Perda 1/2004. DPRD yang notabene pembuat Perda terkesan tidak serius menindaklanjutinya. Penanganan traficking harus diserusi karena ini kejahatan besar.
Hetty Geru
Koordinator Pusat Kajian Gender Fisip Unsrat

0 komentar: