HOME

BERITA

WAWANCARA

FEATURE

ARTIKEL

KAMI


Leput412

Sastra Minahasa

Sejarah Minahasa

Potret Minahasa


Minggu, 15 Februari 2009

Lambertus Nicodemus Palar

Lambertus Nicodemus Palar (lahir di Rurukan, Tomohon, 5 Juni 1900 – wafat di Jakarta, 12 Februari 1981 pada umur 80 tahun) menjabat sebagai wakil Republik Indonesia dalam beberapa posisi diplomat termasuk sebagai Perwakilan Indonesia di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Dia juga menjabat sebagai Duta Besar Indonesia di India, Jerman Timur, Uni Soviet, Kanada, dan Amerika Serikat. Ayahnya bernama Gerrit Palar dan ibunya bernama Jacoba Lumanauw.

Kehidupan awal dan pendidikan
Palar masuk sekolah Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) di Tondano. Dia kemudian masuk Algeme(e)ne Middelbare School (AMS) di Yogyakarta, dan tinggal bersama Sam Ratulangi. Pada tahun 1922, Palar memulai pendidikannya di Technische Hoogeschool di Bandung, yang sekarang dikenal sebagai Institut Teknologi Bandung (ITB). Di ITB, Palar bertemu dengan tokoh-tokoh kemerdekaan, seperti Sukarno. Karena dilanda sakit yang parah, Palar terpaksa menghentikan kuliahnya dan kembali ke Minahasa. Setelah beberapa waktu, Palar memulai kembali kuliahnya di Rechts Hoogeschool (cikal-bakal Fakultas Hukum UI) di Batavia, dan bergabung dalam Jong Minahasa. Pada tahun 1928, Palar pindah ke Belanda untuk kuliah di Universitas Amsterdam.

Karier politik di Belanda
Pada tahun 1930, Palar menjadi anggota Sociaal-Democratische Arbeiders Partij (SDAP) setelah SDAP melaksanakan Kongres Kolonial dan mengadakan pengambilan suara yang menyatakan beberapa posisi partai termasuk hak kemerdekaan nasional untuk Hindia Belanda tanpa syarat. Palar menjabat sebagai sekretaris Komisi Kolonial SDAP dan Nederlands Verbond van Vakverenigingen (NVV) mulai Oktober 1933. Dia juga adalah direktur Persbureau Indonesia (Persindo) yang ditugaskan untuk mengirim artikel-artikel tentang sosial demokrasi dari Belanda ke pers di Hindia Belanda. Pada tahun 1938, Palar kembali ke tanah airnya bersama isterinya, Johanna Petronella Volmers, yang dinikahinya pada tahun 1935. Dia mengunjungi berbagai daerah untuk menghimpun informasi. Dia menemukan bahwa gerakan kemerdekaan Indonesia sedang giat dan dia menulis tentang pengalamannya pada saat dia kembali ke Belanda.

Pada saat pendudukan Jerman di Belanda, Palar tidak bisa bekerja untuk SDAP sehingga dia bekerja di laboratorium Van der Waals. Dia juga bekerja sebagai guru bahasa Malay dan sebagai gitaris orkestra keroncong. Sementara perang, Palar dan isterinya tergabung dalam gerakan bawah tanah anti-Nazi.

Setelah perang, Palar terpilih untuk masuk Tweede Kamer mewakili Partij van de Arbeid (PvdA), sebuah partai baru yang bermula dari SDAP. Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Palar mendukung pernyataan ini dan mempromosikan hubungan dengan pemimpin-pemimpin Indonesia. Hal ini tidak disambut baik oleh PvdA sehingga menyebabkan partai ini menjauhkan diri dari posisi yang sebelumnya mendukung hak kemerdekaan Indonesia. Setelah ditugaskan untuk mengadakan misi ke Indonesia, Palar sempat bertemu kembali dengan para pemimpin kemerdekaan Indonesia. Di Belanda, Palar berusaha untuk mendesak penyelesaian konflik antara Belanda dan Indonesia tanpa kekerasan, tetapi pada tanggal 20 Juli 1947 dewan perwakilan memilih untuk memulai agresi militer di Indonesia. Palar kemudian mengundurkan diri dari dewan perwakilan dan partai PvdA keesokan harinya.

Mewakili Indonesia
Wakil Presiden Indonesia Mohammad Hatta and Ratu Juliana dari Belanda pada acara penandatangan pengakuan kemerdekaan Indonesia oleh Belanda di Den Haag

Palar bergabung dengan usaha pengakuan internasional kemerdekaan Indonesia dengan menjadi Wakil Indonesia di PBB pada tahun 1947. Posisi ini dijabatnya sampai tahun 1953. Pada masa jabatannya peristiwa-peristiwa penting terjadi seperti konflik antara Belanda dan Indonesia, pengakuan kemerdekaan Indonesia oleh Belanda, dan masuknya Indonesia menjadi anggota PBB.

Pada saat konflik antara Belanda dan Indonesia, Palar memperdebatkan posisi kedaulatan Indonesia di PBB dan di Dewan Keamanan walaupun pada saat itu dia hanya mendapat gelar "peninjau" di PBB karena Indonesia belum menjadi anggota pada saat itu. Setelah Agresi Militer II yang dikecam oleh Dewan Keamanan PBB[1], Perjanjian Roem Royen disetujui yang kemudian diikuti dengan Konferensi Meja Bundar dan pengakuan kemerdekaan Indonesia oleh Belanda pada tanggal 27 Desember 1949.

Indonesia menjadi anggota ke-60 di PBB pada tanggal 28 September 1950.[2] Pada saat berpidato di muka Sidang Umum PBB sebagai Perwakilan Indonesia di PBB paling pertama, Palar berterima kasih kepada para pendukung Indonesia dan berjanji Indonesia akan melaksanakan kewajibannya sebagai anggota PBB. Palar tetap di PBB sampai saat dia ditunjuk sebagai Duta Besar Indonesia di India. Pada tahun 1955, Palar diminta kembali ke Indonesia dan ikutserta dalam persiapan Konferensi Tingkat Tinggi Asia-Afrika, yang mengumpulkan negara-negara di Asia dan Afrika di mana kebanyakan dari negara tersebut baru merdeka. Setelah pelaksanaan konferensi, Palar memulai kembali tugas diplomatisnya melalui jabatan Duta Besar Indonesia untuk Jerman Timur dan Uni Soviet. Dari tahun 1957 sampai 1962, dia menjadi Duta Besar Indonesia untuk Kanada dan setelah itu kembali menjadi Duta Besar di PBB sampai tahun 1965. Karena konflik antara Indonesia dan Malaysia dan setelah Malaysia terpilih untuk masuk Dewan Keamanan PBB, Sukarno mencabut keanggotaan Indonesia di PBB. Palar kemudian menjadi Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat. Pada saat kepemimpinan Suharto pada tahun 1966, Indonesia kembali meminta masuk keanggotaan PBB melalui pesan yang disampaikan kepada Sekretaris Jendral PBB oleh Palar.

Palar pensiun dari tugas diplomatisnya pada tahun 1968 setelah melayani bangsanya dalam permulaan usaha dan konflik Indonesia dan setelah dia berjuang untuk kemerdekaan Indonesia dalam arena diplomatis. Palar kembali ke Jakarta, tetapi tetap giat melalui tugas mengajar, pekerjaan sosial, dan tugasnya sebagai penasehat Perwakilan Indonesia di PBB. Lambertus Nicodemus Palar meninggal di Jakarta pada tanggal 12 Februari 1980. Dia meninggalkan isterinya, Johanna Petronella "Yoke" Volmers, dan anak-anaknya Mary Elizabeth Singh, Maesi Martowardojo, dan Bintoar Palar.

Sumber:

• Drooglever, P., Schouten, M., and Lohanda M. (1999) Guide to the Archives on Relations between the Netherlands and Indonesia 1945-1963. Institute of Netherlands History
• Hansen, E. (1977) The Dutch East Indies and the Reorientation of Dutch Social Democracy, 1929-40. Indonesia, 23.
• Kahin, G. (1981) In Memoriam: L. N. Palar. Indonesia, 32.
• Saxon, W. (1981) Lambertus N. Palar Dead at 80; Battled for Indonesia's Freedom. New York Times, February 15, 1981.
• "Biografie van Palar, Lambertus Nicodemus". Accessed 20 September 2008. (nl)
• "Lambertus Nicodemus Palar". Accessed 20 September 2008. (nl)
• "History of the Indonesian Mission to the United Nations". Accessed 20 September 2008.

0 komentar: