Oleh Denni Pinontoan
Kata banyak orang, janji adalah hutang. Itu kata banyak orang. Tapi, untuk sedikit orang, ya, mereka yang berkepentingan dengan kursi kekuasaan, janji adalah ucapan manis untuk menarik simpati dan dukungan. Barangkali, janji di podium kampanye hampir sama dengan janji seorang pria atau perempuan pendusta kepada kekasihnya. Janji bulan madu di Bali, eh, ternyata bulan madunya di rumah menantu. Janji untuk setia sehidup semati, eh, cuma karena uang setumpuk langsung berpaling. Begitu juga janji seorang Roy Marten atau Fariz RM untuk tidak lagi menggunakan shabu. Janji mereka memang harus diragukan. Belajar dari pengalaman, bagi mereka janji kadang tinggal janji. Tapi, janji seorang miskin untuk segera melunasi hutangya kepada rentenir yang datang menagih, saya pikir tidak sama dengan janji politikus atau seorang kekasih atau juga seorang pecandu. Janji seorang miskin kepada rentenir, bukan hutang, tapi memang sedang berusaha melunasi hutang. Hutang karena keterdesakan ekonomi.
Janji memang lebih mudah diucap dari pada dibuktikan. Padahal, janji politikus misalnya, selalu yang indah-indah dan memang ideal. Akan melakukan inilah, itulah dan lain sebagainya. Yang tampak dalam kampanye-kampanye, bahwa pengumbar janji memang cuma sampai berjanji.
Tapi, untuk mendapat simpati dan dukungan, paling mudah dan jitu untuk dilakukan adalah mengumbar janji. Yang menerima janjipun memang kebanyakan mudah terbuai dengan seribu janji manis. Sehingga janji dalam sebuah proses suksesi misalnya, seolah-olah telah menjadi kodrat. Pun ketika kita bilang tak mau berjanji dan silakan lihat bukti nanti, itupun sudah berjanji. Berjanji kepada penerima janji untuk melihat buktinya saja nanti
Tapi apakah memang benar bahwa dalam sebuah suksesi harus ada janji? Kata teman saya, memang sudah begitu. Wow, bukankah kebanyakan yang terjadi, bahwa janji dalam sebuah suksesi adalah hutang yang tidak ada waktu batas akhir pelunasan. Bahkan kadang memang menjadi hutang sepanjang masa.
Janji sebenarnya adalah komitmen yang tertunda, kalau orang yang menyatakan janji itu punya niat baik terhadap mereka yang menerima janji. Sehingga jangan dulu kita berpikiran negatif 100 % dengan janji para calon pemimpin kita yang sedang berebutan kursi kekuasaan. Komitmen yang tertunda, itu definisi saya tentang janji, yang berarti bahwa sebenarnya janji adalah juga sebuah maksud baik pribadi atau kelompok terhadap sebuah perubahan dan pembaharuan. Dan itu harus disampaikan terlebih dahulu kepada publik, mereka yang bakal terkait dengan janji itu agar mereka tahu bahwa ada komitmen yang akan dibuktikan nanti, kalau publik tertarik dengan janji itu.
Nah, di sini kita bicara juga publik atau mereka yang mendengar dan menunggu pembuktian dari janji itu? Di mana posisi mereka berhadapan dengan para pengumbar janji itu? Di belakang? Di depan? Atau berada di depan dan belakang tapi jauh jaraknya dengan pengumbar janji? Ini penting untuk dibicarakan, sebab yang paling banyak dalam isi dari janji itu menyebut-nyebut nama rakyat atau publik, yang digandengkan di depan atau di belakang kata ”kesejahteraan”, kemakmuran”, ”keadilan” dan lain sebagainya. Sebab, meski seratus orang yang menyampaikan janji, toh, nantinya yang akan banyak menuai dukungan atau simpati, hanya satu dua orang caleg. Dan, posisi publik atau rakyat berhadapan dengan pengumbar janji itu, bukan waktu janji itu diucapkan di atas podium kampanye, tapi ketika calon yang paling banyak menuai dukungan dan simpati menjalankan kepemimpinannya. Dalam proses pembuktian janji dalam waktu yang ditentukan sesuai aturan, posisi publik dipertanyakan. Di mana publik atau rakyat ketika calon menikmati hasil kerjanya menarik simpati, yaitu ketika seorang atau sepasang pemimpin menjalankan proses kepemimpinannya? Apakah rakyat berada pada posisi yang sedang menikmati bukti-bukti dari seribu janji itu? Sakit hati karena janji tak kunjung dibuktikan? Atau sedang terasing dari janji itu sendiri?
Untuk bisa menikmati bukti dari janji-janji manis pemimpinnya semasa proses suksesi, rakyat mestinya harus tampil pada barisan terdepan untuk mengawal semua janji yang telah didengar dahulu. Berikut, rakyat mestinya berada pada posisi sebagai mitra kritis pemimpinnya dalam sebuah proses pembuktian janji. Kita memang terutama bicara bagaimana proses agar bisa menikmati bukti dari janji, bukan hanya bagaimana menikmati bukti janji itu. Karena persoalan publik atau rakyat dalam usahanya menikmati bukti dari janji adalah cara agar bisa menikmati bukti dari janji itu.
Rakyat bukan cuma sebagai penunggu bukti janji, melainkan juga harus berperan dalam sebuah proses pembuktian janji pemimpinnya. Karena, kebanyakan kita sudah tahu, bahwa sistem atau kursi itu memang panas. Komitmen mulia dan tulus calon pemimpin kita ketika menyampaikan janji, yang adalah komitmen tertunda itu, kadang harus berbenturan keras dengan kenyataan yang dihadapi ketika duduk di kursi panas kekuasaan dan sistem yang terkadang liar dan zig-zag jalannya itu. Pemimpin kita kadang harus mengalami kesulitan membuktikan janji, ketika dia harus bersoal dengan virus KKN dalam sistem, tuntutan pembagian jatah kekuasaan oleh partai pendukung dan individu-individu yang pernah menjadi tim sukses dan persoalan godaan tidak pernah puas yang ada pada semua individu manusia.
Janji sebenarnya pada dirinya sendiri tidak berdosa. Tapi ia tidak netral, karena janji selalu menuntut pembuktian. Sehingga persoalan kita sebenarnya terkait dengan janji calon pemimpin kita adalah apakah janji itu bisa menjadi kenyataan atau tidak. Janji, bisa setinggi langit, bisa juga setinggi bukit atau bahkan ada yang merendah setinggi dada saja. Terserah kita, yang jelas janji harus bisa dibuktikan. Kalau tidak, pasti akan ada yang sakit hati. Tapi ini bukan berarti kita harus berhenti berjanji. Sebab, ketika seseorang memutuskan diri untuk menjadi pemimpin, maka dia harus punya janji, dan sudah tentu punya metode, strategi dan niat baik dalam membuktikan janji-janji itu.
Tapi apakah janji politik bisa ditawar? Entahlah, yang jelas calon pemimpin kita adalah juga manusia, yang pernah berbelanja di pasar....
Selasa, 07 April 2009
Janji
Diposting oleh infominahasa.blogspot.com di Selasa, April 07, 2009
Label: Artikel
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar